BAB I
PENDAHULUAN
- ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Budaya-budaya yang berbeda memiliki
sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup
yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan
selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun
kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan
menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau
timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak
kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini
dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan
keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku
budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan
mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk
mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,
suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci
alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya Litvin (1977)
menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3.
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
7.
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8.
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9.
Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat
menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10.
Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11.
Perbedaan-perbedaan budaya menandakan
kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut
secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12.
Situasi-situasi komunikasi antar budaya
tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan
dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan
mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) menguraikan
bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.
Menyadari bias budaya sendiri
2.
Lebih peka secara budaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk benar-benar
terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4.
Merangsang pemahaman yang lebih besar
atas budaya sendiri
5.
Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6.
Mempelajari keterampilan komunikasi yang
membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.
Membantu memahami budaya sebagai hal
yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8.
Membantu memahami kontak antar budaya
sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9.
Membantu memahami model-model,
konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10.
Membantu menyadari bahwa sistem-sistem
nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan
dipahami.
B.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya,
studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth
description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak
pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku
komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
BAB II
KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
A. MEMAHAMI DAN MENDEFINISIKAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas Budaya lebih lanjut
kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara keduanya
terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan,
media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah
proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik
dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup
dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi
dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial,
kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada
pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan
komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
- MAKNA PERSPEKTIF TEORITIS
Teori-teori
Komunikasi Lintas Budaya merupakan teori-teori yang secara khusus
menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang
berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan
komunikasi.
DR. Alo Liliweri mengatakan bahwa
paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan untuk menggeneralisasi teori
komunikasi lintas budaya, yakni:
1.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk
menjelaskan komunikasi intra/antar budaya.
2.
Teori-teori baru yang dibentuk dari
hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antar budaya.
3.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk proses sosial yang
bersifat isomorfis.
C.
BEBERAPA
ASPEK TERAPAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Dalam kajian
ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua
ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk
komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model;
8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
D.
PRINSIP
DAN STRATEGI PELAKSANAAN
Dalam menyusun
perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yakni:
1.
Prinsip keselarasan (compatible)
2.
Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan
tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan
psikologis).
3.
Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar
mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat
di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
4.
Prinsip pelaksanaan yang bertujuan
mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan
masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan
komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.
Konsolidasi, yaitu
memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan
mendukung kerja “proses komunikasi”.
2.
Integrasi, yaitu
menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial
untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
3.
Implementasi, yaitu
menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan
aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus
menentukan:
1.
Sasaran/komunikan.
Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah
sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang
jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus
mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
2.
Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator
yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
3.
Pesan. Dalam
konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan
bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a.
Pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pesan verbal masyarakat sasaran.
b.
Pengetahuan terhadap isi pesan.
4.
Media.
Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang
sifatnya hardware dan software, yaitu:
a.
Sarana komunikasi, seperti radio
komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan
lain-lain.
b.
Sarana transportasi
c.
Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai
dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi,
dan lain-lain.
d.
Gedung, balai pertemuan atau tempat
terbuka untuk pertemuan.
5.
Metode
dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a.
metode penyampaian atau memperoleh pesan
yang bersifat informatif
b.
membujuk
c.
instruktif.
Sementara untuk
teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a.
Sikap mendengarkan
b.
Bertanya kepada kelompok sasaran.
6.
Konteks. Yaitu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
E.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Penelitian komunikasi
lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda
berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi
berinteraksi dengan komponen-komponen
budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang
menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga
penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1.
Komponen Pandangan
Dunia.
Setiap budaya
punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan
menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan
mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat
dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2.
Komponen Kepercayaan
(beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang
sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita
dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang
citranya kita miliki. Citra menentukan desain
pesan komunikasi kita.
3.
Komponen nilai.
Sistem nilai
masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya.
Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah,
nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4.
Nilai sejarah
Lewat sejarah
yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi
lintas budaya.
5. Komponen
Mitologi.
Mitologi suatu
kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni,
hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan
kekuatan alami.
6. Komponen
otoritas status.
Setiap budaya
mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan
otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Ø
Proses
komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang
sifatnya dinamik, terus berlangsung
dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi
terisolasi.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by
which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996
PENDAHULUAN
- ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Budaya-budaya yang berbeda memiliki
sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup
yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan
selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun
kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan
menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau
timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak
kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini
dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan
keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku
budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan
mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk
mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,
suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci
alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya Litvin (1977)
menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3.
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
7.
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8.
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9.
Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat
menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10.
Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11.
Perbedaan-perbedaan budaya menandakan
kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut
secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12.
Situasi-situasi komunikasi antar budaya
tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan
dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan
mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) menguraikan
bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.
Menyadari bias budaya sendiri
2.
Lebih peka secara budaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk benar-benar
terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4.
Merangsang pemahaman yang lebih besar
atas budaya sendiri
5.
Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6.
Mempelajari keterampilan komunikasi yang
membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.
Membantu memahami budaya sebagai hal
yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8.
Membantu memahami kontak antar budaya
sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9.
Membantu memahami model-model,
konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10.
Membantu menyadari bahwa sistem-sistem
nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan
dipahami.
B.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya,
studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth
description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak
pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku
komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
BAB II
KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
A. MEMAHAMI DAN MENDEFINISIKAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas Budaya lebih lanjut
kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara keduanya
terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan,
media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah
proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik
dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup
dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi
dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial,
kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada
pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan
komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
- MAKNA PERSPEKTIF TEORITIS
Teori-teori
Komunikasi Lintas Budaya merupakan teori-teori yang secara khusus
menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang
berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan
komunikasi.
DR. Alo Liliweri mengatakan bahwa
paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan untuk menggeneralisasi teori
komunikasi lintas budaya, yakni:
1.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk
menjelaskan komunikasi intra/antar budaya.
2.
Teori-teori baru yang dibentuk dari
hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antar budaya.
3.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk proses sosial yang
bersifat isomorfis.
C.
BEBERAPA
ASPEK TERAPAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Dalam kajian
ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua
ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk
komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model;
8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
D.
PRINSIP
DAN STRATEGI PELAKSANAAN
Dalam menyusun
perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yakni:
1.
Prinsip keselarasan (compatible)
2.
Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan
tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan
psikologis).
3.
Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar
mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat
di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
4.
Prinsip pelaksanaan yang bertujuan
mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan
masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan
komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.
Konsolidasi, yaitu
memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan
mendukung kerja “proses komunikasi”.
2.
Integrasi, yaitu
menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial
untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
3.
Implementasi, yaitu
menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan
aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus
menentukan:
1.
Sasaran/komunikan.
Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah
sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang
jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus
mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
2.
Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator
yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
3.
Pesan. Dalam
konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan
bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a.
Pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pesan verbal masyarakat sasaran.
b.
Pengetahuan terhadap isi pesan.
4.
Media.
Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang
sifatnya hardware dan software, yaitu:
a.
Sarana komunikasi, seperti radio
komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan
lain-lain.
b.
Sarana transportasi
c.
Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai
dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi,
dan lain-lain.
d.
Gedung, balai pertemuan atau tempat
terbuka untuk pertemuan.
5.
Metode
dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a.
metode penyampaian atau memperoleh pesan
yang bersifat informatif
b.
membujuk
c.
instruktif.
Sementara untuk
teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a.
Sikap mendengarkan
b.
Bertanya kepada kelompok sasaran.
6.
Konteks. Yaitu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
E.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Penelitian komunikasi
lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda
berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi
berinteraksi dengan komponen-komponen
budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang
menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga
penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1.
Komponen Pandangan
Dunia.
Setiap budaya
punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan
menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan
mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat
dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2.
Komponen Kepercayaan
(beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang
sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita
dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang
citranya kita miliki. Citra menentukan desain
pesan komunikasi kita.
3.
Komponen nilai.
Sistem nilai
masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya.
Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah,
nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4.
Nilai sejarah
Lewat sejarah
yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi
lintas budaya.
5. Komponen
Mitologi.
Mitologi suatu
kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni,
hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan
kekuatan alami.
6. Komponen
otoritas status.
Setiap budaya
mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan
otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Ø
Proses
komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang
sifatnya dinamik, terus berlangsung
dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi
terisolasi.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by
which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996
PENDAHULUAN
- ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Budaya-budaya yang berbeda memiliki
sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup
yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan
selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun
kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan
menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau
timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak
kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini
dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan
keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku
budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan
mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk
mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,
suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci
alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya Litvin (1977)
menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3.
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
7.
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8.
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9.
Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat
menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10.
Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11.
Perbedaan-perbedaan budaya menandakan
kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut
secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12.
Situasi-situasi komunikasi antar budaya
tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan
dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan
mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) menguraikan
bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.
Menyadari bias budaya sendiri
2.
Lebih peka secara budaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk benar-benar
terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4.
Merangsang pemahaman yang lebih besar
atas budaya sendiri
5.
Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6.
Mempelajari keterampilan komunikasi yang
membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.
Membantu memahami budaya sebagai hal
yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8.
Membantu memahami kontak antar budaya
sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9.
Membantu memahami model-model,
konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10.
Membantu menyadari bahwa sistem-sistem
nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan
dipahami.
B.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya,
studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth
description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak
pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku
komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
BAB II
KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
A. MEMAHAMI DAN MENDEFINISIKAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas Budaya lebih lanjut
kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara keduanya
terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan,
media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah
proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik
dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup
dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi
dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial,
kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada
pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan
komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
- MAKNA PERSPEKTIF TEORITIS
Teori-teori
Komunikasi Lintas Budaya merupakan teori-teori yang secara khusus
menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang
berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan
komunikasi.
DR. Alo Liliweri mengatakan bahwa
paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan untuk menggeneralisasi teori
komunikasi lintas budaya, yakni:
1.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk
menjelaskan komunikasi intra/antar budaya.
2.
Teori-teori baru yang dibentuk dari
hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antar budaya.
3.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk proses sosial yang
bersifat isomorfis.
C.
BEBERAPA
ASPEK TERAPAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Dalam kajian
ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua
ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk
komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model;
8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
D.
PRINSIP
DAN STRATEGI PELAKSANAAN
Dalam menyusun
perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yakni:
1.
Prinsip keselarasan (compatible)
2.
Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan
tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan
psikologis).
3.
Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar
mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat
di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
4.
Prinsip pelaksanaan yang bertujuan
mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan
masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan
komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.
Konsolidasi, yaitu
memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan
mendukung kerja “proses komunikasi”.
2.
Integrasi, yaitu
menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial
untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
3.
Implementasi, yaitu
menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan
aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus
menentukan:
1.
Sasaran/komunikan.
Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah
sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang
jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus
mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
2.
Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator
yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
3.
Pesan. Dalam
konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan
bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a.
Pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pesan verbal masyarakat sasaran.
b.
Pengetahuan terhadap isi pesan.
4.
Media.
Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang
sifatnya hardware dan software, yaitu:
a.
Sarana komunikasi, seperti radio
komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan
lain-lain.
b.
Sarana transportasi
c.
Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai
dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi,
dan lain-lain.
d.
Gedung, balai pertemuan atau tempat
terbuka untuk pertemuan.
5.
Metode
dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a.
metode penyampaian atau memperoleh pesan
yang bersifat informatif
b.
membujuk
c.
instruktif.
Sementara untuk
teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a.
Sikap mendengarkan
b.
Bertanya kepada kelompok sasaran.
6.
Konteks. Yaitu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
E.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Penelitian komunikasi
lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda
berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi
berinteraksi dengan komponen-komponen
budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang
menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga
penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1.
Komponen Pandangan
Dunia.
Setiap budaya
punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan
menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan
mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat
dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2.
Komponen Kepercayaan
(beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang
sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita
dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang
citranya kita miliki. Citra menentukan desain
pesan komunikasi kita.
3.
Komponen nilai.
Sistem nilai
masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya.
Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah,
nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4.
Nilai sejarah
Lewat sejarah
yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi
lintas budaya.
5. Komponen
Mitologi.
Mitologi suatu
kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni,
hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan
kekuatan alami.
6. Komponen
otoritas status.
Setiap budaya
mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan
otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Ø
Proses
komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang
sifatnya dinamik, terus berlangsung
dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi
terisolasi.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by
which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996
PENDAHULUAN
- ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Budaya-budaya yang berbeda memiliki
sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup
yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan
selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun
kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan
menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau
timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak
kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini
dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan
keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku
budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan
mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk
mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,
suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci
alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya Litvin (1977)
menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3.
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
7.
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8.
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9.
Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat
menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10.
Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11.
Perbedaan-perbedaan budaya menandakan
kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut
secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12.
Situasi-situasi komunikasi antar budaya
tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan
dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan
mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) menguraikan
bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.
Menyadari bias budaya sendiri
2.
Lebih peka secara budaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk benar-benar
terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4.
Merangsang pemahaman yang lebih besar
atas budaya sendiri
5.
Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6.
Mempelajari keterampilan komunikasi yang
membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.
Membantu memahami budaya sebagai hal
yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8.
Membantu memahami kontak antar budaya
sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9.
Membantu memahami model-model,
konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10.
Membantu menyadari bahwa sistem-sistem
nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan
dipahami.
B.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya,
studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth
description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak
pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku
komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
BAB II
KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
A. MEMAHAMI DAN MENDEFINISIKAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas Budaya lebih lanjut
kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara keduanya
terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan,
media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah
proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik
dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup
dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi
dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial,
kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada
pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan
komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
- MAKNA PERSPEKTIF TEORITIS
Teori-teori
Komunikasi Lintas Budaya merupakan teori-teori yang secara khusus
menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang
berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan
komunikasi.
DR. Alo Liliweri mengatakan bahwa
paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan untuk menggeneralisasi teori
komunikasi lintas budaya, yakni:
1.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk
menjelaskan komunikasi intra/antar budaya.
2.
Teori-teori baru yang dibentuk dari
hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antar budaya.
3.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk proses sosial yang
bersifat isomorfis.
C.
BEBERAPA
ASPEK TERAPAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Dalam kajian
ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua
ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk
komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model;
8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
D.
PRINSIP
DAN STRATEGI PELAKSANAAN
Dalam menyusun
perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yakni:
1.
Prinsip keselarasan (compatible)
2.
Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan
tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan
psikologis).
3.
Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar
mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat
di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
4.
Prinsip pelaksanaan yang bertujuan
mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan
masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan
komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.
Konsolidasi, yaitu
memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan
mendukung kerja “proses komunikasi”.
2.
Integrasi, yaitu
menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial
untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
3.
Implementasi, yaitu
menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan
aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus
menentukan:
1.
Sasaran/komunikan.
Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah
sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang
jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus
mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
2.
Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator
yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
3.
Pesan. Dalam
konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan
bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a.
Pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pesan verbal masyarakat sasaran.
b.
Pengetahuan terhadap isi pesan.
4.
Media.
Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang
sifatnya hardware dan software, yaitu:
a.
Sarana komunikasi, seperti radio
komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan
lain-lain.
b.
Sarana transportasi
c.
Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai
dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi,
dan lain-lain.
d.
Gedung, balai pertemuan atau tempat
terbuka untuk pertemuan.
5.
Metode
dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a.
metode penyampaian atau memperoleh pesan
yang bersifat informatif
b.
membujuk
c.
instruktif.
Sementara untuk
teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a.
Sikap mendengarkan
b.
Bertanya kepada kelompok sasaran.
6.
Konteks. Yaitu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
E.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Penelitian komunikasi
lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda
berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi
berinteraksi dengan komponen-komponen
budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang
menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga
penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1.
Komponen Pandangan
Dunia.
Setiap budaya
punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan
menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan
mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat
dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2.
Komponen Kepercayaan
(beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang
sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita
dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang
citranya kita miliki. Citra menentukan desain
pesan komunikasi kita.
3.
Komponen nilai.
Sistem nilai
masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya.
Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah,
nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4.
Nilai sejarah
Lewat sejarah
yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi
lintas budaya.
5. Komponen
Mitologi.
Mitologi suatu
kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni,
hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan
kekuatan alami.
6. Komponen
otoritas status.
Setiap budaya
mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan
otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Ø
Proses
komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang
sifatnya dinamik, terus berlangsung
dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi
terisolasi.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by
which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996
PENDAHULUAN
- ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Budaya-budaya yang berbeda memiliki
sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup
yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan
selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun
kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan
menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau
timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak
kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini
dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan
keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku
budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan
mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk
mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,
suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci
alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya Litvin (1977)
menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3.
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
7.
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8.
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9.
Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat
menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10.
Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11.
Perbedaan-perbedaan budaya menandakan
kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut
secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12.
Situasi-situasi komunikasi antar budaya
tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan
dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan
mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) menguraikan
bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.
Menyadari bias budaya sendiri
2.
Lebih peka secara budaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk benar-benar
terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4.
Merangsang pemahaman yang lebih besar
atas budaya sendiri
5.
Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6.
Mempelajari keterampilan komunikasi yang
membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.
Membantu memahami budaya sebagai hal
yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8.
Membantu memahami kontak antar budaya
sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9.
Membantu memahami model-model,
konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10.
Membantu menyadari bahwa sistem-sistem
nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan
dipahami.
B.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya,
studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth
description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak
pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku
komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
BAB II
KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
A. MEMAHAMI DAN MENDEFINISIKAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas Budaya lebih lanjut
kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara keduanya
terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan,
media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah
proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik
dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup
dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi
dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial,
kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada
pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan
komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
- MAKNA PERSPEKTIF TEORITIS
Teori-teori
Komunikasi Lintas Budaya merupakan teori-teori yang secara khusus
menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang
berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan
komunikasi.
DR. Alo Liliweri mengatakan bahwa
paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan untuk menggeneralisasi teori
komunikasi lintas budaya, yakni:
1.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk
menjelaskan komunikasi intra/antar budaya.
2.
Teori-teori baru yang dibentuk dari
hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antar budaya.
3.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk proses sosial yang
bersifat isomorfis.
C.
BEBERAPA
ASPEK TERAPAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Dalam kajian
ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua
ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk
komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model;
8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
D.
PRINSIP
DAN STRATEGI PELAKSANAAN
Dalam menyusun
perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yakni:
1.
Prinsip keselarasan (compatible)
2.
Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan
tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan
psikologis).
3.
Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar
mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat
di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
4.
Prinsip pelaksanaan yang bertujuan
mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan
masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan
komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.
Konsolidasi, yaitu
memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan
mendukung kerja “proses komunikasi”.
2.
Integrasi, yaitu
menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial
untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
3.
Implementasi, yaitu
menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan
aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus
menentukan:
1.
Sasaran/komunikan.
Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah
sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang
jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus
mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
2.
Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator
yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
3.
Pesan. Dalam
konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan
bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a.
Pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pesan verbal masyarakat sasaran.
b.
Pengetahuan terhadap isi pesan.
4.
Media.
Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang
sifatnya hardware dan software, yaitu:
a.
Sarana komunikasi, seperti radio
komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan
lain-lain.
b.
Sarana transportasi
c.
Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai
dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi,
dan lain-lain.
d.
Gedung, balai pertemuan atau tempat
terbuka untuk pertemuan.
5.
Metode
dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a.
metode penyampaian atau memperoleh pesan
yang bersifat informatif
b.
membujuk
c.
instruktif.
Sementara untuk
teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a.
Sikap mendengarkan
b.
Bertanya kepada kelompok sasaran.
6.
Konteks. Yaitu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
E.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Penelitian komunikasi
lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda
berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi
berinteraksi dengan komponen-komponen
budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang
menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga
penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1.
Komponen Pandangan
Dunia.
Setiap budaya
punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan
menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan
mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat
dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2.
Komponen Kepercayaan
(beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang
sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita
dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang
citranya kita miliki. Citra menentukan desain
pesan komunikasi kita.
3.
Komponen nilai.
Sistem nilai
masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya.
Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah,
nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4.
Nilai sejarah
Lewat sejarah
yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi
lintas budaya.
5. Komponen
Mitologi.
Mitologi suatu
kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni,
hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan
kekuatan alami.
6. Komponen
otoritas status.
Setiap budaya
mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan
otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Ø
Proses
komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang
sifatnya dinamik, terus berlangsung
dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi
terisolasi.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by
which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996
PENDAHULUAN
- ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Budaya-budaya yang berbeda memiliki
sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup
yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan
selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun
kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan
menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau
timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak
kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini
dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan
keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku
budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan
mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk
mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,
suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci
alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya Litvin (1977)
menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3.
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
7.
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8.
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9.
Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat
menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10.
Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11.
Perbedaan-perbedaan budaya menandakan
kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut
secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12.
Situasi-situasi komunikasi antar budaya
tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan
dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan
mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) menguraikan
bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.
Menyadari bias budaya sendiri
2.
Lebih peka secara budaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk benar-benar
terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4.
Merangsang pemahaman yang lebih besar
atas budaya sendiri
5.
Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6.
Mempelajari keterampilan komunikasi yang
membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.
Membantu memahami budaya sebagai hal
yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8.
Membantu memahami kontak antar budaya
sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9.
Membantu memahami model-model,
konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10.
Membantu menyadari bahwa sistem-sistem
nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan
dipahami.
B.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya,
studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth
description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak
pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku
komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
BAB II
KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
A. MEMAHAMI DAN MENDEFINISIKAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas Budaya lebih lanjut
kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara keduanya
terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan,
media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah
proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik
dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup
dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi
dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial,
kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada
pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan
komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
- MAKNA PERSPEKTIF TEORITIS
Teori-teori
Komunikasi Lintas Budaya merupakan teori-teori yang secara khusus
menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang
berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan
komunikasi.
DR. Alo Liliweri mengatakan bahwa
paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan untuk menggeneralisasi teori
komunikasi lintas budaya, yakni:
1.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk
menjelaskan komunikasi intra/antar budaya.
2.
Teori-teori baru yang dibentuk dari
hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antar budaya.
3.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk proses sosial yang
bersifat isomorfis.
C.
BEBERAPA
ASPEK TERAPAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Dalam kajian
ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua
ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk
komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model;
8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
D.
PRINSIP
DAN STRATEGI PELAKSANAAN
Dalam menyusun
perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yakni:
1.
Prinsip keselarasan (compatible)
2.
Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan
tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan
psikologis).
3.
Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar
mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat
di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
4.
Prinsip pelaksanaan yang bertujuan
mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan
masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan
komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.
Konsolidasi, yaitu
memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan
mendukung kerja “proses komunikasi”.
2.
Integrasi, yaitu
menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial
untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
3.
Implementasi, yaitu
menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan
aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus
menentukan:
1.
Sasaran/komunikan.
Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah
sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang
jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus
mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
2.
Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator
yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
3.
Pesan. Dalam
konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan
bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a.
Pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pesan verbal masyarakat sasaran.
b.
Pengetahuan terhadap isi pesan.
4.
Media.
Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang
sifatnya hardware dan software, yaitu:
a.
Sarana komunikasi, seperti radio
komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan
lain-lain.
b.
Sarana transportasi
c.
Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai
dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi,
dan lain-lain.
d.
Gedung, balai pertemuan atau tempat
terbuka untuk pertemuan.
5.
Metode
dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a.
metode penyampaian atau memperoleh pesan
yang bersifat informatif
b.
membujuk
c.
instruktif.
Sementara untuk
teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a.
Sikap mendengarkan
b.
Bertanya kepada kelompok sasaran.
6.
Konteks. Yaitu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
E.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Penelitian komunikasi
lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda
berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi
berinteraksi dengan komponen-komponen
budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang
menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga
penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1.
Komponen Pandangan
Dunia.
Setiap budaya
punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan
menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan
mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat
dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2.
Komponen Kepercayaan
(beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang
sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita
dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang
citranya kita miliki. Citra menentukan desain
pesan komunikasi kita.
3.
Komponen nilai.
Sistem nilai
masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya.
Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah,
nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4.
Nilai sejarah
Lewat sejarah
yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi
lintas budaya.
5. Komponen
Mitologi.
Mitologi suatu
kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni,
hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan
kekuatan alami.
6. Komponen
otoritas status.
Setiap budaya
mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan
otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Ø
Proses
komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang
sifatnya dinamik, terus berlangsung
dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi
terisolasi.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by
which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996
PENDAHULUAN
- ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Budaya-budaya yang berbeda memiliki
sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup
yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan
selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun
kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan
menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau
timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak
kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini
dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan
keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku
budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan
mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk
mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,
suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci
alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya Litvin (1977)
menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3.
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
7.
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8.
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9.
Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat
menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10.
Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11.
Perbedaan-perbedaan budaya menandakan
kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut
secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12.
Situasi-situasi komunikasi antar budaya
tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan
dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan
mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) menguraikan
bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.
Menyadari bias budaya sendiri
2.
Lebih peka secara budaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk benar-benar
terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4.
Merangsang pemahaman yang lebih besar
atas budaya sendiri
5.
Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6.
Mempelajari keterampilan komunikasi yang
membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.
Membantu memahami budaya sebagai hal
yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8.
Membantu memahami kontak antar budaya
sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9.
Membantu memahami model-model,
konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10.
Membantu menyadari bahwa sistem-sistem
nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan
dipahami.
B.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya,
studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth
description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak
pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku
komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
BAB II
KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
A. MEMAHAMI DAN MENDEFINISIKAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas Budaya lebih lanjut
kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara keduanya
terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan,
media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah
proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik
dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup
dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi
dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial,
kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada
pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan
komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
- MAKNA PERSPEKTIF TEORITIS
Teori-teori
Komunikasi Lintas Budaya merupakan teori-teori yang secara khusus
menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang
berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan
komunikasi.
DR. Alo Liliweri mengatakan bahwa
paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan untuk menggeneralisasi teori
komunikasi lintas budaya, yakni:
1.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk
menjelaskan komunikasi intra/antar budaya.
2.
Teori-teori baru yang dibentuk dari
hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antar budaya.
3.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk proses sosial yang
bersifat isomorfis.
C.
BEBERAPA
ASPEK TERAPAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Dalam kajian
ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua
ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk
komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model;
8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
D.
PRINSIP
DAN STRATEGI PELAKSANAAN
Dalam menyusun
perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yakni:
1.
Prinsip keselarasan (compatible)
2.
Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan
tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan
psikologis).
3.
Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar
mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat
di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
4.
Prinsip pelaksanaan yang bertujuan
mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan
masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan
komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.
Konsolidasi, yaitu
memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan
mendukung kerja “proses komunikasi”.
2.
Integrasi, yaitu
menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial
untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
3.
Implementasi, yaitu
menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan
aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus
menentukan:
1.
Sasaran/komunikan.
Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah
sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang
jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus
mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
2.
Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator
yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
3.
Pesan. Dalam
konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan
bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a.
Pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pesan verbal masyarakat sasaran.
b.
Pengetahuan terhadap isi pesan.
4.
Media.
Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang
sifatnya hardware dan software, yaitu:
a.
Sarana komunikasi, seperti radio
komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan
lain-lain.
b.
Sarana transportasi
c.
Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai
dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi,
dan lain-lain.
d.
Gedung, balai pertemuan atau tempat
terbuka untuk pertemuan.
5.
Metode
dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a.
metode penyampaian atau memperoleh pesan
yang bersifat informatif
b.
membujuk
c.
instruktif.
Sementara untuk
teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a.
Sikap mendengarkan
b.
Bertanya kepada kelompok sasaran.
6.
Konteks. Yaitu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
E.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Penelitian komunikasi
lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda
berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi
berinteraksi dengan komponen-komponen
budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang
menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga
penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1.
Komponen Pandangan
Dunia.
Setiap budaya
punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan
menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan
mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat
dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2.
Komponen Kepercayaan
(beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang
sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita
dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang
citranya kita miliki. Citra menentukan desain
pesan komunikasi kita.
3.
Komponen nilai.
Sistem nilai
masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya.
Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah,
nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4.
Nilai sejarah
Lewat sejarah
yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi
lintas budaya.
5. Komponen
Mitologi.
Mitologi suatu
kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni,
hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan
kekuatan alami.
6. Komponen
otoritas status.
Setiap budaya
mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan
otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Ø
Proses
komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang
sifatnya dinamik, terus berlangsung
dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi
terisolasi.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by
which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996
PENDAHULUAN
- ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Budaya-budaya yang berbeda memiliki
sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup
yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena kita akan
selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun
kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan
ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan
menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau
timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak
kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini
dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan
keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku
budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan
mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk
mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,
suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci
alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya Litvin (1977)
menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3.
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
7.
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8.
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9.
Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat
menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10.
Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11.
Perbedaan-perbedaan budaya menandakan
kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut
secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12.
Situasi-situasi komunikasi antar budaya
tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan
dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan
mengenai tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) menguraikan
bahwa tujuan itu bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.
Menyadari bias budaya sendiri
2.
Lebih peka secara budaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk benar-benar
terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang
langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4.
Merangsang pemahaman yang lebih besar
atas budaya sendiri
5.
Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6.
Mempelajari keterampilan komunikasi yang
membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.
Membantu memahami budaya sebagai hal
yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8.
Membantu memahami kontak antar budaya
sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi,
nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9.
Membantu memahami model-model,
konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10.
Membantu menyadari bahwa sistem-sistem
nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan
dipahami.
B.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya,
studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth
description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak
pembahasan komunikasi lintas budaya yang berkisar pada perbandingan perilaku
komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
BAB II
KOMUNIKASI
LINTAS BUDAYA
A. MEMAHAMI DAN MENDEFINISIKAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas Budaya lebih lanjut
kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara keduanya
terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan,
media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah
proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik
dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup
dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi
dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial,
kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada
pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan
komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
- MAKNA PERSPEKTIF TEORITIS
Teori-teori
Komunikasi Lintas Budaya merupakan teori-teori yang secara khusus
menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang
berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan
komunikasi.
DR. Alo Liliweri mengatakan bahwa
paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan untuk menggeneralisasi teori
komunikasi lintas budaya, yakni:
1.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk
menjelaskan komunikasi intra/antar budaya.
2.
Teori-teori baru yang dibentuk dari
hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antar budaya.
3.
Teori-teori komunikasi antar budaya yang
diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk proses sosial yang
bersifat isomorfis.
C.
BEBERAPA
ASPEK TERAPAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Dalam kajian
ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua
ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk
komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model;
8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
D.
PRINSIP
DAN STRATEGI PELAKSANAAN
Dalam menyusun
perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yakni:
1.
Prinsip keselarasan (compatible)
2.
Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan
tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan
psikologis).
3.
Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar
mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat
di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
4.
Prinsip pelaksanaan yang bertujuan
mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan
masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan
komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.
Konsolidasi, yaitu
memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan
mendukung kerja “proses komunikasi”.
2.
Integrasi, yaitu
menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial
untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
3.
Implementasi, yaitu
menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan
aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus
menentukan:
1.
Sasaran/komunikan.
Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah
sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang
jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus
mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
2.
Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator
yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
3.
Pesan. Dalam
konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan
bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a.
Pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pesan verbal masyarakat sasaran.
b.
Pengetahuan terhadap isi pesan.
4.
Media.
Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang
sifatnya hardware dan software, yaitu:
a.
Sarana komunikasi, seperti radio
komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan
lain-lain.
b.
Sarana transportasi
c.
Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai
dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi,
dan lain-lain.
d.
Gedung, balai pertemuan atau tempat
terbuka untuk pertemuan.
5.
Metode
dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a.
metode penyampaian atau memperoleh pesan
yang bersifat informatif
b.
membujuk
c.
instruktif.
Sementara untuk
teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a.
Sikap mendengarkan
b.
Bertanya kepada kelompok sasaran.
6.
Konteks. Yaitu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
E.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Penelitian komunikasi
lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda
berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi
berinteraksi dengan komponen-komponen
budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang
menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga
penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1.
Komponen Pandangan
Dunia.
Setiap budaya
punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan
menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan
mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat
dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2.
Komponen Kepercayaan
(beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang
sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita
dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang
citranya kita miliki. Citra menentukan desain
pesan komunikasi kita.
3.
Komponen nilai.
Sistem nilai
masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya.
Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah,
nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4.
Nilai sejarah
Lewat sejarah
yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi
lintas budaya.
5. Komponen
Mitologi.
Mitologi suatu
kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni,
hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan
kekuatan alami.
6. Komponen
otoritas status.
Setiap budaya
mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan
otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø
Komunikasi
lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih
menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara
peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Ø
Proses
komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang
sifatnya dinamik, terus berlangsung
dan selalu berubah, dan interaktif,
yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga
tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam kondisi
terisolasi.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by
which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996