Rabu, 30 Mei 2012

ekonomi islam


1 .KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM

Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan, ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Qur’an, yang menjadi sumber utama dan pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Qur’an yang berisikan norma-norma dasar hukum ekonomi dan keuangan.
Berbeda dengan Khallaf, yang melihat ayat-ayat ekonomi semata-mata dari aspek hukumnya, Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang agak luas memperkirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Qur’an berjumlah 21 ayat yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi. Berlainan dengan Khallaf yang sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas, al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke-21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu:
1.      al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279
2.      An-Nisa (4): 5 dan 32
3.      Hud (11): 61 dan 116
4.      Al-Isra’ (17): 27
5.      An-Nur (24): 33
6.      Al-Jatsiyah (45): 13
7.      Adz-Dzariyat (51): 19
8.      An-Najm (53): 31
9.      Al-Hadid (57): 7
10.  Al-Hasyr (59): 7
11.  Al-Jumu`ah (62): 10
12.  Al-Ma`arij (70): 24 dan 25
13.  Al-Ma`arij (70): 24 dan 25


2 .HUKUM EKONOMI DASAR

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Masih banyak contoh lainnya yang dapat anda temukan sendiri.


3 .PRINSIP KONSUMSI


Setiap insane yang hidup didunia selalu melakukan aktifitas perekonomian terutama aktifitas konsumsi. Aktifitas konsumsi tidak akan pernah lepas dari kehidupan kita sehari hari. Konsumsi ini pun dilakukan atas dasar kebutuhan dan keinginan yang melihat pada pendapatan setiap masing-masing individunya. Semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi pula tingkat konsumsinya walau mungkin banyak hal belum terlalu perlu dikonsumsi
James Desenbery mengemukakan pendapatnya bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat di tentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Ia berpendapat bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi ini, mereka terpaksa mengurangi saving.

Terlihat dari pendapat yang diungkapkan oleh james desenbery bahwa memang tingkat konsumsi masyarakat tergantung dari pendapatannya bahkan konsumen tidak akan mengurangi konsumsinya untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, inilah yang diajarkan dalam teori konvensional bahwa ketika kita mengkonsumsi sesuatu bagaimana kita dapat memperoleh keinginan dan kepuasan yang kita harapkan walau itu bisa saja medzalimi orang lain karena sikap berlebih-lebihan.
Dalam islam hal transaksi ekonomipun diatur terutama dalam hal konsumsi karena apa-apa yang dianugerahkan kepada Allah di muka bumi ini adalah anugerah terindah yang harus dimanfaat oleh setiap umat guna menuju kesejahteraan atau falah. Bukan berlebih-lebihan dalam berkonsumsi walaupun kita mempunyai pendapatan yang banyak sebagaimana diatur dalam Al Quran; ( Q.S 7: 31).

Ada beberapa hal prinsip dalam teori konsumsi menurut islam yaitu:

1. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Transaksi konsumsi sama-sama atas dasar keadilan tidak ada yang saling mendzalimi
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih. ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui bata” (Q.S Al Maidah: 7)
4. Prinsip Kemurahan hati
Prinsip ini mengajarkan kepada kita bahwa dengan transaksi konsumsi yang kita lakukan adalah berdasar pada kemurahan hati, tidak serakah dalam mengkonsumsi sesuatu.
5. Prinsip Moralitas.
Jelaslah ketika kita mengkonsumsi sesuatu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang bermuara pada fallah dan tidak mengesampingkan apa-apa yang diharamkan kepada Allah maka disinilah fungsi moralitas layak diterapkan. Karena memang ketika mengkonsumsi hanya berharao keridhoan Allah semata dan mempertimbangkan halal-haram menjadi referensi berkonsumsi seperti dalam AL Quran dijelaskan:
”Mereka bertanya kepadamu (Nabi) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ”pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (Q.s. Al Baqarah:219)


4 .TEORI PRODUKSI

Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.[1] Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi  melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu.
PRINSIP PRODUKSI
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim  dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan) demiian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah  tersebut. Di bawah ini ada
beberapa implikasi mendasar  bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :
  1. Seluruh kegiatan produksi  terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami.
Sejak dari kegiatan mengorganisisr faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan  dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam.  Produksi barag dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan  manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan diperbolehkan
  1. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan.
Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga nerhak  menikmati hasil produksi  secara memadai dan berkualitas.
  1. Permasalahan ekonomi  muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks.
Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam maupunmanusia. Sikap terserbut dalam Al-Qur’an sering disebut  sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat.


5 .DISTRIBUSI PENDAPATAN

Distribusi dalam ekonomi kapitalis terfokus pada pasca produksi, yaitu pada konsekuensi proses produksi bagi setiap proyek dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut didistribusikan pada komponen-komponen produksi yang berandil dalam memproduksinya, yaitu empat komponen berikut:
1)     Upah,  yaitu upah bagi para pekerja, dan sering kali dalam hal upah, para pekerja diperalat desakan kebutuhannya dan diberi upah di bawah standar.
2)     Bunga, yaitu bunga sebagai imbalan dari uang modal (interest on capital)yang diharuskan pada pemilik proyek.
3)     Ongkos, yaitu ongkos untuk sewa tanah yang dipakai untuk proyek; dan
4)     Keuntungan, yaitu keuntungan (profit) bagi pengelola yang menjalankan praktek pengelolaan proyek dan manajemen proyek, dan ia bertanggung jawab sepenuhnya.

Akibat dari perbedaan komposisi andil dalam produksi yang dimiliki oleh masing-masing individu, berbeda-beda pula pendapatan yang didapat oleh masing-masing individu. Islam menolak butir kedua dari empat unsur tersebut di atas, yaitu unsur bunga. Para ulama Islam telah sepakat dan lembaga-lembaga fiqih –termasuk MUI juga telah mengeluarkan fatwa– bahwa setiap bentuk bunga adalah riba yang diharamkan. Adapun ketiga unsur yang lain, Islam membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan batasan-batasannya.
Ekonomi Islam terbebas dari  kedhaliman kapitalisme dan sosialisme. Islam membangun filosofi dan sistemnya di atas pilar-pilar yang lain, yang menekankan pada distribusi para produksi, yaitu pada distribusi sumber-sumber produksi, di tangan siapa kepemilikannya? Apa hak-hak, dan kewajiban-kewajiban atas kepelikan? Hal ini bukan berarti Islam tidak menaruh perhatian kepada kompensasi produksi. Ia memperlihatkannya juga sebagaimana kita lihat dalam perhatiannya terhadap pemenuhan hak-hak pra pekerja dan upah mereka yang adil setimpal dengan kewajiban yang telah mereka tunaikan. Distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada  dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan.

 Distribusi pendapatan dan kekayaan di antara berbagai faktor produksi terdiri dari; 
1.    pembayaran sewa tidak bertentangan dengan jiwa Islam
2.    Perbedaan upah akibat bakat dan kesanggupan diakui oleh Islam. Syarat pokoknya adalah majikan tidak mengisap para pekerja dan mereka harus membayar haknya. 
3.    Terdapat kontroversi antara riba dan bunga. Tapi bila arti riba dipandang dalam perspektif sejarahnya tampaknya tidak terdapat perbedaan antara riba dan bunga.
4.    Islam membolehkan laba biasa bukan laba monopoli atau laba yang timbul dari spekulasi.

6 .TEORI HARGA ISLAM

Dalam ekonomi bebas,  permintaan dan suplai komoditi menentukan harga normal yang mengukur permintaan efektif yang ditentukan oleh tingkatan kelangkaan pemasokan dan pengadaan peningkatan permintaan suatu komoditi cenderung menaikkan harga, dan mendorong produsen memproduksi barang-barang itu lebih banyak. Masalah kenaikan harga timbul karena ketidaksesuaian antara permintaan dan suplai. Ketidaksesuaian ini terutama karena adanya persaingan yang tidak sempurna di pasar. Persaingan menjadi tidak sempurna apabila jumlah penjual dibatasi atau apabila ada perbedaan hasil produksi.
Menurut Yahya Ibn Umar (213-289 H), harga ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demond). Namun ia menambahkan bahwa mekanisme pasar itu harus tunduk kepada kaidah-kaidah. Diantara kaidah-kaidah tersebut adalah pemerintah berhak melakukan intervensi pasar ketika terjadi tindakan sewenang-wenang dalam pasar yang dapat menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat. Namun, dalam menetapkan harga, sebagian ulama tidak setuju. Asy-Syaukani menyatakan bahwa (pematokan harga) merupakan suatu kezaliman. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a. “dari Anas bin Malik r.a. beliau berkata : harga-harga barang pernah mahal pada masa Rasululah SAW, lalu orang-orang berkata: “Ya Rasulullah, harga-harga menjadi mahal, tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah SAW bersabda: “sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan sesungguhnya saya mengharapkan agar berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena sesuatu kezaliman dalam pertumpahan darah dan harga”. (HR. Abu Daud dan Ibn Majah).


7 .UANG DALAM PANDANGAN ISLAM

Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam al-Quran dan hadis, karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk menunjukkan dinar emas.
Sedangkan kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah. Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar, dirham dan fulus. Untuk menunjukkan dirham dan dinar mereka mengunakan istilah naqdain. Namun mereka berbeda pendapat apakah fulus termasuk dalam istilah naqdain atau tidak. Menurut pendapat yang mu’tamad dari golongan Syafi’iyah, fulus tidak termasuk naqd, sedangkan Mazhab. Hanafi berpendapat bahwa naqd mencakup fulus.
Dalam pengertian kontemporer, uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai. Taqyudin al-Nabhani menyatakan, nuqud adalah standar nilai yang dipergunakan untuk menilai barang dan jasa. Oleh karena itu uang didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur barang dan jasa. Jadi uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan dalam masyarakat baik untuk barang produksi mapun jasa, baik itu uang yang berasal dari emas, perak, tambaga, kulit, kayu, batu, besi, selama itu diterima masyarakat dan dianggap sebagai uang. Untuk dapat diterima sebagai alat tukar, uang harus memenuhi persyaratan tertentu yakni:
1.             Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
2.             Tahan lama.
3.              Bendanya mempunyai mutu yang sama.
4.              Mudah dibawa-bawa.
5.              Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya.
6.              Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan)
7.              Dicetak dan disahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas moneter (pemerintah).

Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah umum syari’at Islam. Penerbitan dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, karena itu bermain-main dalam penerbitan uang akan mendatangkan kerusakan ekonomi rakyat dan negara.


8 .BANK KONVERSIONAL DALAM HUKUM ISLAM

Perekonomian adalah salah satu bidang yang diperhatikan oleh syari’at Islam dan diatur dengan undang-undang yang penuh dengan kebaikan dan bersih dari kedhaliman. Oleh karenanya, Allah mengharamkan riba yang menyimpan berbagai dampak negatif bagi umat manusia dan merusak perekonomian bangsa.
Sejarah dan fakta menjadi saksi nyata bahwa suatu perekonomian yang tidak dibangun di atas undang-undang Islam, maka kesudahannya adalah kesusahan dan kerugian. Bila anda ingin bukti sederhana, maka lihatlah kepada bank-bank konvensional yang ada di sekitar kita, bagaimana ia begitu megah bangunannya, tetapi keberkahan tiada terlihat darinya. Sungguh benar firman Allah:

يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. (QS. Al-Baqoroh: 276)

Nah, di sinilah pentingnya bagi kita untuk mengetahui masalah Bank konvensional dan sejauh mana kesesuaiannya dengan hukum Islam karena pada zaman sekarang ini, Bank bagi kehidupan manusia hampir sulit dihindari.

Definisi Bank dan Sejarahnya
Bank diambil dari bahasa Italia yang artinya meja. Konon penamaan itu disebabkan karena pekerjanya pada zaman dulu melakukan transaksi jual beli mata uang di tempat umum dengan duduk di atas meja. Kemudian modelnya terus berkembang sehingga berubah menjadi Bank yang sekarang banyak kita jumpai.
Bank didefenisikan sebagai suatu tempat untuk menyimpan harta manusia secara aman dan mengembalikan kepada pemiliknya ketika dibutuhkan. Pokok intinya adalah menerima tabungan dan memberikan pinjaman.
Bank yang pertama kali berdiri adalah di Bunduqiyyah, salah satu kota di Negara Italia pada tahun 1157 M. Kemudian terus mengalami perkembangan hingga perkembangan yang pesat sekali adalah pada abad ke-16, di mana pada tahun 1587 berdirilah di Negara Italia sebuah bank bernama Banco Della Pizza Dirialto dan berdiri juga pada tahun 1609 bank Amsterdam Belanda, kemudian berdiri bank-bank lainnya di Eropa. Sekitar tahun1898, Bank masuk ke Negara-negara Arab, di Mesir berdiri Bank Ahli Mishri dengan modal lima ratus ribu Junaih.

Pekerjaan Bank ada yang boleh dan ada yang haram, hal itu dapat kita gambarkan secara global sebagai berikut:

A. Pekerjaan Bank Yang Boleh
1.             Transfer uang dari satu tempat ke tempat lain dengan ongkos pengiriman.
2.             Menerbitkan kartu ATM untuk memudahkan pemiliknya ketika bepergian tanpa harus memberatkan diri dengan membawa uang di tas atau dompet
3.             Menyewakan lemari besi bagi orang yang ingin menaruh uang di situ.
4.             Mempermudah hubungan dengan Negara-negara lain, di mana Bank banyak membantu para pedagang dalam mewakili penerimaan kwitansi pengiriman barang dan menyerahkan uang pembayarannya kepada penjual barang.

Pekerjaan-pekerjaan di atas dengan adanya ongkos pembayaran hukumnya adalah boleh dalam pandangan syari’at.


B. Pekerjaan Bank Yang Tidak Boleh

1.             Menerima tabungan dengan imbalan bunga, lalu uang tabungan tersebut akan digunakan oleh Bank untuk memberikan pinjaman kepada manusia dengan bunga yang berlipat-lipat dari bunga yang diberikan kepada penabung.
2.             Memberikan pinjaman uang kepada para pedagang dan selainnya dalam tempo waktu tertentu dengan syarat peminjam harus membayar lebih dari hutangnya dengan peresentase.
3.             Membuat surat kuasa bagi para pedagang untuk meminjam kepada Bank tatkala mereka membutuhkan dengan jumlah uang yang disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi bunga di sini tidak dihitung kecuali setelah menerima pinjaman.